BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Alam semesta merupakan karunia yang paling besar
terhadap manusia, untuk itu Allah S.w.t. menyuruh manusia untuk memanfaatkannya dengan baik dan
terus harus ber-syukur kepadanya. Akan
tetapi pada kenyataannya lain, malahan terjadi kerusakan disana-sini akibat
perbuatan orang-orang munafiq.
Rasulullah S.a.w. menyuruh untuk menanam kembali pohon
dari hutan yang telah ditebang dan dirusak. Rosulullah
sendiri memuji perbuatan ini dengan salah satu perbuatan yang terpuji.
Didalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa alam dunia
ini akan rusak disebabkan oleh tangan orang-orang yang munafiq. Mereka sangat
serakah dalam mengeksploitasi
kekayaan alam, mereka tidak mempedulikan tentang akibatnya. Sekarang sudah
banyak kerusakan didarat, dilaut, dan diudara. Akibatnya banyak bencana yang
terjadi sana-sini, seperti banjir, gempa bumi, gunung
meletus, angin putting beliung, dan ada lagi yang sangat mengkhawatirkan yaitu
issu akan terjadinya pemanasan global.
Sekarang hutan banyak yang rusak karena
banyaknya penebang liar dan tidak adanya lagi penghijauan kembali. Dalam hal
ini Rosulullah S.a.w. sangat tidak menyukai, malahan Rosulullah S.a.w. melarang
dengan haditsnya yang diriwayatkan oleh beberapa sahabatnya. Untuk itu didalam pembahasan
yang sedikit ini kami akan mencoba menjelaskan apa
yang telah disampaikan oleh hadits Rosulullah S.a.w.
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Apa hadits yang berhubungan dengan pelestarian
lingkungan......?
C. TUJUAN MAKALAH
Adapun tujuan dari makalah ini adalah mengetahui hadits Nabi tentang
pelestarian lingkungan, sehingga diharapkan dapat kita implementasikan dalam
kehidupan sehari – hari demi kemaslahatan umat manusia.
BAB II
PEMBAHASAN
HADIST TENTANG PELESTARIAN LINGKUNGAN
Adapun mengenai hadits Rosulullah S.a.w tentang pelestarian lingkungan diantaranya
sebagai berikut :
- Larangan Menelantarkan Lahan
حَدِيْثُ جَابِرِ ابْنِ عَبْدِ اللهِ رضى الله عنهما, قَالَ : كَانَتْ
لِرِجَالٍ مِنَّا فُضُوْلُ اَرَضِيْنَ, فَقَالُوْا نُؤَاجِرُهَا بِالثُّلُثِ
وَالرُّبُعِ وَالنِّصْفِ, فَقَالَ النَّبِىُّ ص.م. : مَنْ كَانَتْ لَهُ اَرْضٌ
فَلْيَزْرَعْهَا اَوْلِيَمْنَحْهَا اَخَاهُ فَإِنْ أَبَى فَلْيُمْسِكْ أَرْضَهُ.
“ Hadist Jabir bin Abdullah
r.a. dia berkata : Ada beberapa orang dari kami mempunyai simpanan tanah. Lalu
mereka berkata: Kami akan sewakan tanah itu (untuk mengelolanya) dengan
sepertiga hasilnya, seperempat dan seperdua. Rosulullah S.a.w. bersabda:
Barangsiapa ada memiliki tanah, maka hendaklah ia tanami atau serahkan kepada
saudaranya (untuk dimanfaatkan), maka jika ia enggan, hendaklah ia
memperhatikan sendiri memelihara tanah itu. “ (HR. Imam Bukhori dalam kitab
Al-Hibbah)
Selain dari hadits diatas, ada juga bersumber
dari Abu Hurairah r.a. dengan lafazd sebagai berikut :
حَدِيْثُ أَبِى هُرَيْرَةَ رضى الله عنه قال: قال رسول الله عليه وسلم : مَنْ
كَانَتْ لَهُ اَرْضٌ فَلْيَزْرَعْهَا اَوْلِيَمْنَحْهَا اَخَاهُ فَإِنْ أَبَى
فَلْيُمْسِكْ أَرْضَهُ.(اخرجه البخارى فى كتاب المزاعة)
Antara kedua tersebut terdapat persamaan, yaitu
masing-masing ditakhrijkan oleh Imam Bukhori. Sedangkan perbedaannya adalah
sumber hadits tersebut dari Jabir yang diletakkan dalam kitab Al-Hibbah yang
satunya bersumber dari Abu Hurairah dan diletakkan dalam kitab Al-Muzara’ah.
Dari ungkapan Nabi S.a.w. dalam hadits diatas
yang menganjurkan bagi pemilik tanah hendaklah menanami lahannya atau menyuruh
saudaranya (orang lain) untuk menanaminya. Ungkapan ini mengandung pengertian
agar manusia jangan membiarkan lingkungan (lahan yang dimiliki) tidak membawa
manfaat baginya dan bagi kehidupan secara umum. Memanfaatkan lahan yang kita
miliki dengan menanaminya dengan tumbuh-tumbuhan yang mendatangkan hasil yang
berguna untuk kesejahteraan pemiliknya, maupun bagi kebutuhan konsumsi orang
lain. Hal ini merupakan upaya menciptakan kesejahteraan hidup melalui kepedulian
terhadap lingkungan. Allah S.w.t. telah mengisyaratkan dalam Al-Qur’an supaya
memanfaatkan segala yang Allah ciptakan di muka bumi ini. Isyarat tersebut
seperti diungkapkan dalam firman-Nya:
“ Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi
untuk kamu semua.” (Qs. Al-Baqoroh : 29)
Dalam hadits dari Jabir di atas menjelaskan
bahwa sebagian para sahabat Nabi S.a.w. memanfaatkan lahan yang mereka miliki
dengan menyewakan lahannya kepada petani. Mereka menatapkan sewanya sepertiga
atau seperempat atau malahan seperdua dari hasil yang didapat oleh petani.
Dengan adanya praktek demikian yang dilakukan oleh para sahabat, maka Nabi
meresponnya dengan mengeluarkan hadits diatas, yang intinya mengajak sahabat
menanami sendiri lahannya atau menyuruh orang lain mengolahnya apabila tidak
sanggup mengolahnya. Menanggapi permasalahan sewa lahan ini, para ulama berbeda
pendapat tentang kebolehannya.
Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid
menjelaskan bahwa segolongan fuqoha tidak membolehkan menyewakan tanah. Mereka
beralasan dengan hadits Rafi’ bin Khuday yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori
dalam kitab Al-Muzara’ah :
اَنَّ النَّبِى ص.م. نَهَى عَنْ كَرَاءِ الْمَزَارَعِ. (رواه البخارى)
“ Bahwasanya Nabi S.a.w. melarang menyewakan
lahan “ (HR. Bukhori)
Sedangkan jumhur ulama membolehkan, tetapi
imbalan sewanya haruslah dengan uang (dirham atau dinar) selain itu tidak
boleh. Ada lagi yang berpendapat boleh dengan semua barang, kecuali makanan
termasuk yang ada dalam lahan itu. Berbagai pendapat yang lain seperti yang
dikemukakan Ibnu Rusyd bahwa dilarang menyewakan tanah itu lantaran ada
kesamaran didalamnya. Sebab kemungkinan tanaman yang diusahakan di atas tanah
sewaan itu akan tertimpa bencana, baik karena kebakaran atau banjir. Dan
akibatnya si penyewa harus membayar sewa tanpa memperoleh manfaat apapun
daripadanya.
Terkait dengan hadits diatas, disini Rosulullah
S.a.w. juga bersabda dalam kitab Al-Lu’lu’ wal Marjan tentang
menyerahkan tanah kepada orang untuk dikerjakan kemudian memberikan sebagian
hasilnya :
حَدِيْثُ ابْنُ عُمَرَ رضى الله عنه, اَنَّ النَّبِىَ ص.م. عَامَلَ خَيْبَرَ
بِشَرْطٍ مَايَخْرُجُ مِنْهَا مِنْ ثَمَرٍ اَوْزَرْعٍ, فَكَانَ يُعْطِى
اَزْوَاجَهُ مِائَةَ وِسْقٍ: ثَمَانُوْنَ وِسْقَ تَمْرٍ, وَعِشْرُوْنَ وِسْقَ
شَعِيْرٍ : فَقَسَمَ عُمَرُ خَيْبَرَ فَخَيَّرَ اَزْوَاجَ النَّبِىِّ ص.م. اَنْ
يُقْطِعَ لَهُنَّ مِنَ الْمَاءِ وَالاَرْضِ اَوْ يُمْضِىَ لَهُنَّ فَمِنْهُنَّ
مَنِ اخْتَارَ الاَرْضَ وَمِنْهُنَّ مَنِ اخْتَارَ الوَسْقَ, وَكَانَتْ عَائِشَةُ
اخْتَارَتِ الاَرْضَ. (اخرجه البخارى)
“ Ibnu
Umar r.a. berkata : Nabi S.a.w. menyerahkan sawah ladang dan tegal di khaibar
kepada penduduk Khaibar dengan menyerahkan separuh dari penghasilannya berupa
kurma atau buah dan tanaman, maka Nabi S.a.w. memberi istri-istrinya seratus
wasaq (1 wasaq=60 sha’. 1 sha’ =4 mud atau 2 ½ Kg), delapan puluh wasaq kurma
tamar, dan dua puluh wasaq sya’er (jawawut). Kemudian dimasa Umar r.a.
membebaskan kepada istri-istri Nabi S.a.w. untuk memilih apakah minta tanahnya
atau tetap minta bagian wasaq itu, maka diantara mereka ada yang memilih tanah
dan ada yang minta bagian hasilnya berupa wasaq.” (HR. Bukhori)
2.
Penanaman Pohon (reboisasi)
Langkah Terpuji
حَدِيْثُ اَنَسٍ رضى الله عنه قَالَ: مَامِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ اَوْيَزْرَعُ
زَرْعًا فَيَأْكُلُ مِنْهُ طَيْرٌ اَوْاِنْسَانٌ اَوْبَهِيْمَةٌ اِلاَّكَانَ لَهُ
بِهِ صَدَقَةٌ. (اخرجه البخارى فى كتاب المزاعة)
“ Hadits
dari Anas r.a. dia berkata: Rosulullah S.a.w. bersabda : Seseorang muslim
tidaklah menanam sebatang pohon atau menabur benih ke tanah, lalu datang burung
atau manusia atau binatang memakan sebagian daripadanya, melainkan apa yang
dimakan itu merupakan sedekahnya “. (HR. Imam
Bukhori)
Dekade terakhir ini, pemerintah Indonesia terus
melancarkan program penghijauan. Oleh karena itu, dimana-mana kita akan melihat
reklame dan promosi penghijauan, baik melalui media visual, maupun
audio-visual. Promosi ini banyak terpajang di sudut-sudut jalan, dan tertempel
di mobil-mobil dan lainnya yang mengajak kita menyukseskan program tersebut.
Sebagian orang menyangka bahwa program penghijauan bukanlah suatu amalan yang
mendapatkan pahala di sisi Allah, sehingga ada diantara mereka yang
bermalas-malasan dalam mendukung program tersebut. Kita mungkin masih mengingat
sebuah hadits yang masyhur dari Nabi Saw. beliau bersabda:
"Jika seorang manusia meninggal dunia, maka terputuslah seluruh
amalannya, kecuali dari tiga perkara: sedekah jariyah (yang mengalir
pahalanya), ilmu yang dimanfaatkan, dan anak shaleh yang mendo’akan kebaikan
baginya". [HR. Muslim dalam Kitab Al-Washiyyah (4199)]
Perhatikan, satu diantara perkara yang tak akan
terputus amalannya bagi seorang manusia, walaupun ia telah meninggal dunia
adalah SEDEKAH JARIYAH, sedekah yang terus mengalir pahalanya bagi seseorang.
Para ahli ilmu menyatakan bahwa sedekah jariyah memiliki banyak macam dan
jalannya, seperti membuat sumur umum, membangun masjid, membuat jalan atau
jembatan, menanam tumbuhan baik berupa pohon, biji-bijian atau tanaman pangan,
dan lainnya. Jadi, menghijaukan lingkungan
dengan tanaman yang kita tanam merupakan sedekah dan amal jariyah bagi kita
–walau telah meninggal- selama tanaman itu tumbuh atau berketurunan.
Al-Imam Ibnu Baththol -rahimahullah- berkata: "Ini
menunjukkan bahwa sedekah untuk semua jenis hewan dan makhluk bernyawa di
dalamnya terdapat pahala". [Lihat Syarh Ibnu Baththol (11/473)]
Seorang muslim yang menanam tanaman tak akan pernah
rugi di sisi Allah -Azza wa Jalla-, sebab tanaman tersebut akan
dirasakan manfaatnya oleh manusia dan hewan, bahkan bumi yang kita tempati.
Tanaman yang pernah kita tanam lalu diambil oleh siapa saja, baik dengan jalan
yang halal, maupun jalan haram, maka kita sebagai penanam tetap mendapatkan
pahala, sebab tanaman yang diambil tersebut berubah menjadi sedekah bagi kita.
Penghijauan merupakan amalan sholeh yang mengandung
banyak manfaat bagi manusia di dunia dan untuk membantu kemaslahatan akhirat
manusia. Tanaman dan pohon yang ditanam oleh seorang muslim memiliki banyak
manfaat, seperti pohon itu bisa menjadi naungan bagi manusia dan hewan yang
lewat, buah dan daunnya terkadang bisa dimakan, batangnya bisa dibuat menjadi
berbagai macam peralatan, akarnya bisa mencegah terjadinya erosi dan banjir,
daunnya bisa menyejukkan pandangan bagi orang melihatnya, dan pohon juga bisa
menjadi pelindung dari gangguan tiupan angin, membantu sanitasi lingkungan
dalam mengurangi polusi udara, dan masih banyak lagi manfaat tanaman dan pohon
yang tidak sempat kita sebutkan di lembaran sempit ini. Jika demikian banyak
manfaat dari REBOISASI, maka tak heran jika agama kita memerintahkan umatnya
untuk memanfaatkan tanah dan menanaminya.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Untuk memudahkan dalam makalah yang sederhana ini,
berikut kami tampilkan sebuah kesimpulan sebagai berikut :
- Hadist Jabir bin Abdullah r.a. ini merupakan larangan menelantarkan lahan, karena hal ini termasuk perbuatan yang tidak bermanfaat.
- Dalam menelantarkan lahan, Rosulullah S.a.w. menyarankan untuk memanfaatkan dan mengupah orang lain untuk mengelolanya.
- Hadits tentang reboisasi
حَدِيْثُ اَنَسٍ رضى الله عنه قَالَ:
مَامِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ اَوْيَزْرَعُ زَرْعًا فَيَأْكُلُ مِنْهُ طَيْرٌ
اَوْاِنْسَانٌ اَوْبَهِيْمَةٌ اِلاَّكَانَ لَهُ بِهِ صَدَقَةٌ. (اخرجه البخارى فى
كتاب المزاعة)
“ Hadits dari Anas r.a. dia berkata: Rosulullah S.a.w. bersabda :
Seseorang muslim tidaklah menanam sebatang pohon atau menabur benih ke tanah,
lalu datang burung atau manusia atau binatang memakan sebagian daripadanya,
melainkan apa yang dimakan itu merupakan sedekahnya “. (HR. Imam Bukhori).
B. SARAN
Kesadaran
fitrah akan manusia sebagai khalifah, menuntun kita untuk menjaga kelestarian
lingkungan sesuai dengan tuntunan Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Fuad Abdul Baqi, Muhammad. 1996. Al-Lu’lu’ wal
Marjan. Surabaya: PT. Bina Ilmu.
Kelompok Ilmuan MKDK Hadits IAIN Raden Fatah
Palembang. 2002. MKDK Hadits. Palembang: IAIN Raden Fatah Press.
Matsna. Mohammad. 2002. Qur’an Hadits Madrasah
Aliyah Kelas Satu. Semarang: Karya Toha Putra.
Kelompok Ilmuan MKDK Hadits IAIN Raden Fatah
Palembang. MKDK Hadits. (Palembang: IAIN Raden Fatah Press, 2002), cet.
I, hlm. 110-111.
Moh. Matsna, Qur’an Hadits Madrasah Aliyah Kelas
Satu, (Semarang: Karya Toha Putra, 2002), hlm. 102-115.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar